Mengurai Hakikat Kemerdekaan: Refleksi dan Syukur di Tengah Perubahan

    Mengurai Hakikat Kemerdekaan: Refleksi dan Syukur di Tengah Perubahan

    PEKANBARU - Allah SWT berfirman dalam QS.Ibrahim (14): 7. dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmatKu). Maka Sesungguhnya azabKu sangat pedih" (QS. Ibrahim (14): 7).

     

    Indonesia adalah negara subur dan makmur, penuh dengan potensi kekayaan yang sangat menjanjikan bagi masa depan. Sehingga negara ini banyak diincar oleh negara lain. Inilah yang menjadikan Indonesia sebagai rebutan wilayah kolonialisme Eropa pada masa lalu. Hal ini berdampak, Indonesia 3, 5 abad dijajah oleh Belanda, dan 3, 5 tahun dijajah oleh Jepang.

     

    Baca juga: Pura-Pura Budayawan

    Menyadari akan dampak buruk dari penjajahan tersebut, para pejuang mempertaruhkan harta, jiwa dan raganya untuk mengusir penjajahan tersebut. Perjuangan ini membuahkan hasil kemerdekaan bagi rakyat dan bangsa Indonesia. Perjuangan ini tentunya tidak lepas dari rahmat dan nikmat dari Allah SWT yang kemerdekaan kita bisa lebih patut untuk disyukuri. Sebab, dengan maju, kita bisa melakukan apapun untuk peningkatan kualitas sarana dan prasarana ibadah kita. Dengan modal kemerdekaan ini kita bisa menjunjung tinggi harkat kemanusiaan, dengan hakikat kemerdekaan juga kita bisa menjunjung tinggi pendidikan.

     

    Maka tanggal 17 agustus merupakan hari yang sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia, pada hari tersebut segenap komponen bangsa merayakan kemenangan dan kemerdekaan setelah sekian ratus lamanya hidup dibawah bayang-bayang intimidasi dan kezaliman para penjajah. Sangat wajar, jika kemenangan ini disambut dengan luapan kegembiraan yang gegap gempita, seraya mengumandangkan kalimat tahmid, memuji dan mensyukuri karunia Allah yang terbesar bagi bangsa ini.

     

    Bagi umat Islam, anugerah kemerdekaan ini selayaknya dijadikan momentum untuk mengasah rasa syukur kita kepada Allah swt, momentum untuk membangun dan menghidupkan rasa syukur kita kepada Allah swt dengan tentunya mengkonsumsi dan mendayagunakan semua nikmat tersebut ke arah tujuan penciptaan manusia, sesuai dengan definisi syukur yang didefinisikan oleh para Ulama " As Syukru huwa sorful abdi jami'a ma amanallah ilaa maa khuliqo liajlihi" syukur merupakan segala bentuk aktivitas seorang hamba dalam rangka mendayagunakan semua nikmat yang Allah berikan kepadanya menuju tujuan manusia itu diciptakan yaitu beribadah kepada Allah swt ".

     

    Bentuk Mensyukuri Nikmat Kemerdekaan. 

    1.         Umat Islam dituntut untuk memiliki disiplin yang tinggi didalam memenuhi semua tuntutan dan tuntutan baik yang terkait dengan hak Allah SWT maupun yang terkait dengan hak-hak sesama makhluknya, demikian pula dengan berdisiplin tinggi, meninggalkan semua yang merendahkan dan mengotori nilai luhur sebuah kemerdekaan dan kebebasan. 
    2.         Dengan mengagungkan dan meninggikan Allah diatas segala - galanya. Slogan "Allahu Akbar" Allah maha besar bukan hanya dalam bentuk ucapan dan dzikir lisan saja, tetapi asma-asma Allah SWT bagaimana bisa mendominasi seluruh ruang di dalam hidup kita, sebutan asma-asma Allah berwibawa di dalam hidup kita, ajaran dan pedomannya pun mewarnai setiap gerak langkah kita.
    3.         Dengan memberdayakan potensi dari semua anugerah nikmat Allah kepada jalan yang benar sesuai dengan tujuan penciptaan manusia yaitu beribadah mengabdi kepada Allah dalam makna yang seluas-luasnya dan makna yang setepat - tepatnya yaitu ibadah yang mengambil unsur perlawanan terhadap hawa nafsu yang cenderung merusak kehidupan manusia.

     

    Hakikat Kemerdekaan

    Sesungguhnya Islam lahir membawa misi kemerdekaan dan kebebasan serta ingin mengantarkan segenap manusia kembali kepada fitrah mereka yang suci. Misi kemerdekaan dan kebebasan yang diperjuangkan oleh Islam merupakan inti dari ideologi yang benar yaitu tahrirul 'ibad min ibadatil ibad ila ibadati rabbil ibad", membebaskan manusia dari penghambaan, belenggu, dari ketergantungan kepada sesama manusia menuju penghambaan dan pengabdian yang totalitas kepada Tuhan sang pencipta makhluk sealam jagad ini. Allah menyebutkan di dalam surat Ibrahim ayat 1 - 2 yang artinya: Alif, laam raa. (ini adalah) kitab yang kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (Yaitu) menuju jalan Tuhan yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji. Allah yang memiliki segala apa yang di langit dan di bumi. Dan celakalah bagi orang-orang kafir karena siksaan yang sangat pedih (QS. Ibrahim: 1-2)

     

    Pembebasan dan kebebasan yang diinginkan oleh Islam bukan hanya terbatas pada kebebasan dari belenggu fisik semata, tapi lebih dari itu adalah kebebasan dari belenggu dan ketergantungan kepada selain Allah swt dalam berbagai bentuk dan modusnya:

     

    1.     Kebebasan-dan pembebasan diri manusia dari belenggu hawa nafsu yang sering kali menjerumuskan seseorang ke dalam sifat hewaniah bahkan sifat syaithoniyah. Sehingga Allah swt mengecam sifat ini dalam salah satu firman-Nya yang artinya: "terangkanlah kepadaKu tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya. Apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya (QS. Al-Furqan (25): 43).

     

    1.     Pembebasan diri dan bangsa dari belenggu perilaku dan akhlak mazmumah, akhlak yang tercela yang sekarang ini menjadi tontonan dan tuntunan sehari-hari. Betapa informasi dan kenyataan sehari-hari di lapangan ini sangat mengkhawatirkan masa depan generasi bangsa ini yang akan meneruskan estafet perjuangan para pahlawan yang telah sudi mengorbankan harta, tenaga bahkan jiwa mereka untuk kedamaian dan kesejahteraan para penerusnya. Pepatah Arab mengingatkan kepada kita akan pentingnya akhlak dalam membangun dan mempertahankan eksistensi sebuah bangsa " sesungguhnya jati diri dan eksistensi sebuah umat sangat ditentukan dan tergantung kepada akhlaknya, jika akhlak mereka rusak maka bangsa itu akan segera menemui kehancuran dan terus menerus berada dalam keterpurukan".
    2.     Pembebasan diri dan bangsa dari budaya dan pandangan hidup hedonisme yang mengarah kepada semata-mata memburu kenikmatan duniawi sesaat secara berlebih-lebihan yang akhirnya akan melahirkan budaya permisifisme, yaitu budaya serba boleh. Mereka menuntut dilegalkannya praktek prostitusi, seks bebas, dan praktek kemaksiatan yang lainnya atas nama hak asasi manusia dengan melupakan hak asasi Allah swt. Dalam kondisi semacam ini biasanya segala aktifitas kebaikan, segala bentuk amar ma'ruf dan nahi munkar akan dianggap sebagai penyakit, dianggap sebagai hama yang harus segera dibasmi

     

    1.     Pembebasan diri dan umat dari praktek syirik dalam segala bentuknya, sehingga seperti yang dikhawatirkan oleh Imam Ali tentang kondisi sebuah umat yang tidak ada nilai dan tidak ada harganya di mata Allah dan juga di mata manusia. Imam Ali menyebutkan " akan datang suatu zaman semangat mereka hanya berada di sekitar perut mereka, kemuliaan mereka sangat tergantung kepada benda-benda fisik semata, jidat mereka ada pada perempuan-perempuan, agama mereka ada pada urusan dinar dan dirham. Mereka itulah orang-orang yang paling jahat dan tidak ada nilainya disisi Allah swt ". 

     

    Saatnya kita menjadikan momentum kemerdekaan ini untuk meneladani perjuangan para pahlawan negeri ini, meneruskan perjuangan mereka dan membawa kemerdekaan ini menuju kemerdekaan yang totalitas dalam segala arti dan bentuknya. Semoga dengan keberkahan dan rahmat Allah swt, bangsa ini segera terbebas dari segala bentuk ujian dan bencana yang menimpa, baik ujian secara fisik, materil maupun ujian secara akhlak dan moral, karena itu merupakan ujian yang cukup terbesar bagi bangsa ini. Keberkahan dan rahmat Allah mudah - mudahan senantiasa mewarnai kehidupan bangsa ini seperti halnya atas berkat rahmat Allah jualah bangsa ini meraih kemerdekaan.

    Ditulis oleh: Dosen IAI Diniyyah Pekanbaru, Rahmad Fauzi Lubis, S. Pd. I. M. Pd.

     

     

    pekanbaru riau iai diniyyah pekanbaru
    Fernando  Yudistira

    Fernando Yudistira

    Artikel Sebelumnya

    IAI Diniyyah Pekanbaru Terima Kedatangan...

    Artikel Berikutnya

    UIN Imam Bonjol Padang Peringati Hari Amal...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Mengenal Lebih Dekat Koperasi
    Hendri Kampai: Merah Putih, Bukan Abu-Abu, Sekarang Saatnya Indonesia Berani Jadi Benar
    Hendri Kampai: Swasembada Pangan dan Paradoks Kebijakan
    Deteksi Dini Gangguan Kamtib, Lapas Tembilahan Pindahkan Empat Warga Binaa
    Hendri Kampai: Negara Gagal Ketika Rakyat Ditekan dan Oligarki Diberi Hak Istimewa

    Ikuti Kami